Saturday, 9 December 2017

Don't Sweat The Small Stuff

Buku tulisan Richard Carlson ini sungguh berkesan bagi saya sejak jaman unyu-unyu dulu. Setiap kali dihadap masalah, terutama hambatan eksternal, buku ini selalu menjadi rujukan saya untuk kembali ke jalan yang benar :D :D Seperti kisah perjalanan bisnis kami di Bumi Formosa ini...

Beberapa hari yang lalu saya dan suami melakukan manuver bisnis dan hasilnya... out of expectation !!  Mata saya terbelalak saat suami menginformasikan omset kami pada hari itu. WOW... setara dengan sebulan gaji part time suami dulu. Sesuatulah... Sambil menikmati Matcha Latte dan semilir angin musim dingin, kami mengevaluasi perjalanan bisnis kami yang masih seumur jagung ini *belum juga setahun. Mumpung mood lagi bagus, saat yang tepat untuk berbenah dan menyusun rencana ke depan.

DONT SWEAT THE SMALL STUFF, itu adalah kesimpulan kami sore itu. Ya... jangan habiskan waktu dan energi untuk hal-hal kecil yang tidak berguna. Justru fokuslah pada capaian-capaian yang ingin diraih. Sebagai pelaku bisnis sudah sunnatullah akan menghadapi persaingan dan juga merupakan hal umum jika kompetitor melakukannya secara fair atau justru.... main tusuk dari belakang. Saya cukup terganggu dengan kompetitor jenis ini dan saya kesal setiap saya curhat ke orang-orang yang saya percaya -termasuk suami- nasehatnya selalu sama, "sabar ya... rejeki tidak akan tertukar". Masalahnya bukan pada masalah rejeki itu, karena saya YAKIN dan membuktikannya sendiri kalau rejeki itu sudah dijatah tinggal kita berikhtiar saja. Tapi saya TIDAK TERIMA perlakuan orang tersebut terhadap saya.
"Udah blokir aja orangnya dari FB Bunda, dan keluarkan dia dari semua grup. Jadi dia nggak nyontek-nyontek lagi" suami saya jadi mulai kesal karena keluh kesah saya nggak habis-habis juga, ya karena aktivitas tidak menyenangkan orang itu juga nggak habis-habis.
"Tapi nggak usah se-ekstrim itu kali..."
"Dari pada Bunda jadi uring-uringan begini?"
Hm... poin yang disampaikan suami saya jelas, tapi saya juga nggak mau seekstrim itu. Lalu... bagaimana?
"Kalau mau lega, ngomong blak-blak-an dengan orangnya. Tapi itu tidak akan menghentikan 'aktivitas'nya, karena memang sudah karakter orangnya seperti itu." lanjut Pak Suami.
"Lah terus bagaimana?"
"Ya itu... nggak usah diurusin orang kayak gitu. Buang-buang energi saja. Lebih baik tenaga dan waktu kita digunakan untuk bikin menu baru, strategi marketing baru atau apalah daripada cuma mengurusin hal nggak penting seperti itu." Jleb... menohok! Tapi... benar juga. Saya selama ini malah sibuk uring-uringan, BAPER kata generasi milenial, yang nyata-nyata tidak menghasilkan apa-apa selain.... sedih dan sakit hati :)

Dengan kekuatan bulan #halah , dibantu oleh suami akirnya saya bangkit kembali! Kami mencoba menonjolkan produk-produk yang tidak mudah untuk di duplikasi :) Dan strategi marketing lainnya yang tidak terpikirkan sebelumnya, seperti : ekspansi re-seller, the power of SALE dan sebagainya. Hasilnya? LUAR BIASA!! Penjualan meroket dan kami memiliki spesifikasi produk yang menjadi trademark kami. Bagaimana dengan si kompetitor? We dont care... tersera dia mau bagaimana. Tentunya belum semua permasalahan terselesaikan, karena masalah yang ditimbulkan tidak cuma satu :P Tapi setidaknya saya bisa bernafas lega... bisa move on dari kebaperan saya.

So... to improve your business DONT SWEAT SMALL STUFF !! Oh iya... satu lagi kunci utamanya... semakin mendekatkan diri dengan Allah. Biar Allah yang menyelesaikan semuanya dengan cara-Nya. Semakin mengesalkan tingkah laku orang... semakin kita dekat dengan Allah, insyaAllah hasilnya tidak akan mengecewakan :)

Sunday, 3 December 2017

The Mirror Concept

Makan bersama adalah salah satu aktivitas yang sering kami kerjakan bersama. Selain mendekatkan bonding anak dan orang tua, makan bersama selalu sukses meningkatkan mood makan Najmi. Siang ini kami kembali makan bersama, dan kami makan bukan di meja makan tapi.... di kamar. Hehehe... Dingin euy... akhirnya kami makan bersama di atas ranjang. Najmi duduk persis di depan saya.

"Bunda... kalau makan pakai tangan kanan." tiba-tiba Najmi berujar sembari mengingatkan yang makan pakai tangan kiri itu setan.
"Iya... ini Bunda makan pakai tangan kanan." saya angkat tangan kanan saya. Terkadang Najmi masih susah membedakan mana kanan, mana kiri.
"Makan pakai tangan kanan Bun.... kayak Najmi niiih." lagi, si shalihah mengingatkan, kali ini pakai mengangkat tangan kanannya.
"Iya... pakai tangan kanan", lagi, saya angkat tangan kanan.
"Itu tangan kiri Bun... kanan ini." Najmi menunjuk tangan kiri saya.
"Ini kanan sayang...."
"Kiri Bun..."

Setelah sekian lama saling berdebat kanan-kiri-kanan-kiri, baru saya ngeh... Najmi belum paham prinsip "mirror". Ketika kami berhadap-hadapan, posisi kanan dan kiri berbeda dan Najmi belum paham ini.

Hm... jadi PR nih, bagaimana cara mengajarkan konsep cermin ke Najmi. Tadi sih hanya menjelaskan dan membawa dia langsung ke hadapan cermin, namun masih belum paham kayaknya. :)

#day6
#level6
#kuliahbunsayiip
#ilovemath
#matharoundus

Wednesday, 29 November 2017

Mengenal Waktu

Hari ini Emak dan Najmi jalan-jalan ke Daiso, rencananya mau beli perlengkapan untuk menata ruang belajar Najmi dan membeli jam! Iya... jam-jam-an, hehehe.

Awalnya saya tidak berniat mengajarkan Najmi tentang waktu, karena terlalu dini *menurut saya. Sejauh ini saya hanya mengajarkan tentang pagi (ditandai dengan terang) dan malam (ditandai dengan gelap/ kelam). Tapi siapa sangka anaknya sendiri yang menunjukkan ketertarikan. Berawal dari emak yang suka terlambat dan di saat injury time mesti bilang, "Ayo Najmi buruan... Bunda sudah telat... sudah jam berapa ini. Tuuuh jam 10, Bunda jam 11 ada kelas looo..."

Najmi jadi sering bertanya jam itu apa? Waktu itu apa? Dengan sederhana saya menjelaskan bahwa," dalam satu hari itu ada 24 jam yang terbagi atas pagi, siang, sore dan malam. Waktu itu penting dan kita harus benar-benar memperhatikannya". Najmi ber ooo panjang, entah dia paham atau tidak :D :D Namun setidaknya dia sedikit memahami mengenai konsep waktu. Dan sejak itu, setiap saat bertanya, "sekarang jam berapa bunda?"

Slowly but sure ya shalihah ^_^
Lalu bagaimana dengan jam-jam-an yang kami cari di Daiso? Adakah? Ada... tapi Najmi berubah pikiran. Dia milih alat-alat masak daripada jam :D :D

#day5
#level6
#kuliahbunsayiip
#ilovemath
#matharoundus

Tuesday, 28 November 2017

Happy Counting

Tantangan #logikamatematika kali ini simple saja. Kami (saya dan Najmi) belajar berhitung dari 1-10 dalam empat bahasa : Inggris, Indonesia, Mandarin dan Minang.

Seneng dengarnya saat Najmi mengucapkan yang versi Minang, cengkoknya pas euy... hihihi. najmi sendiri lebih senang mengucapkan dengan bahasa Inggris.

Entah mengapa, Najmi cenderung menyenangi Bahasa Inggris daripada Bahasa Mandarin, selain Indoneaia tentunya. Mungkin karena dia lebih familiar dengan bahasa Inggris (buku, lagu dan tontonan) daripada bahasa mandarin. Mari kita lihat tahun depan, saat Najmi sudah sekolah. Kira-kira dia leBih suka yang mana? ^_^


#day4
#level6
#kuliahbunsayiip
#ilovemath
#matharoundus

Dilarang Mengeluh : Kunci Utama Keberlangsungan Bisnis

"Tidak terasa Bun... bukunya sudah penuh", suami menyodorkan buku yang selama ini dia gunakan untk mencatat aneka pesanan. Buku sebanyak 100 halaman itu sudah penuh, bolak-balik. Kira-kira sudah berapa pesanan yang kami kerjakan dalam sepuluh bulan ini?

Saya dan suami tersenyum dan saling mengingatkan untuk bersyukur sembari merebahkan tubuh lelah kami. Kemarin dan hari ini termasuk hari yang padat bagi kami, hari yang sama sejak kami memutuskan untuk terjun kedunia bisnis. Sebuah keadaan yang memaksa kami menjalankannya. Seketika arah pembicaraan kami berubah, disaat saya mengingatkan sebuah tanggungan yang belum kami jalankan. 

Berawal dari sebelum keberangkatan kami ke Taiwan, pak bos memperkenalkan saya dengan tiga orang anak muda yang juga sedang berjuang meraih beasiswa ke Taiwan #kalaitu. The three musketeer, demikian saya dan suami menamakan mereka. Hingga sebuah takdir nyaris memisahkan kebersamaan mereka. Ya... seorang dari mereka tidak diterima beasiswa dari pemerintah Taiwan, namun masih mendapatkan beasiswa kampus. Sebagai wujud solidaritas, Pak Bos menawarkan bagaimana jika kami, saya dan dua orang temannya membantu sejumlah uang untuk anak tersebut sehingga dia tetap bisa berangkat bersama dengan kami dan mendapatkan nominal yang lumayan untuk living cost-nya. Saya main iya saja, tanpa diskusi dengan suami. Dalam pikiran saya, anggap saja itu 2,5% dari zakat yang harus saya keluarkan. Singkat cerita... berangkatlah kami ke Taiwan  (Berangkat masing-masing). 

Seperti yang dijanjikan, saya mensupport sejumlah dana ke orang tersebut, bahkan juga suami saya. Padahal di awal, suami saya tidak terlibat sama sekali. Tapi ya sudah... anggap saja itu zakat dan sedekah yang harus kami keluarkan. Lagi, suami keberatan awalnya karena menurut suami dana itu lebih layak diberikan ke adik-adik kami yang juga butuh support dana dari kami. Atau ditabung untuk kebutuhan kami ke depan, mengingat suami hanya ikut kelas bahasa dan beasiswa hanya 6 bulan. Saya yakinkan suami, insyaAllah, Allah akan beri kami rejeki yang lain. 

Enam bulan berlalu, kondisi keuangan kami memang sangat tidak memungkinkan untuk mensupport orang lain. Kami saja kekurangan, dengan satu beasiswa (beasiswa saya) itu hanya cukup untuk bayar kontrakkan dan uang transportasi. Bagaimana dengan uang makan? Uang keperluan kuliah? Uang keperluan untuk anak kami yang masih berusia 2 tahun? (pampers, susu, jajan, buah... ini butuh dana besar looh). Belum lagi saat itu memasuki musim dingin, kami butuh membeli banyak perlengkapan musim dingin dan juga jaket tebal (tau sendiri harga jaket musim dingin kaan???). Kalau boleh adil, harusnya saat seperti ini kami justru yang di support. kekeke. Namun kami tidak selemah itu, kami siap banting tulang dan menikmati semua proses ini... suak maupun dukanya. 

Akhirnya kami sampaikan kepada pihak yang bersangkutan bahwa kami off dulu selama satu semester, karena kondisi kami memang tidak memungkinkan. Semester selanjutnya (dengan asumsi suami sudah S2 dan dengan PD-nya kami kalau suami akan dapat beasiswa) kami akan lanjut mensupport. Lagi pula... masih ada dua orang lagikan yang akan mensupport bukan? Tapi betapa kagetnya kami, ternyata selama ini hanya kami berdua yang mensupport sedangkan dua orang lainnya tidak. Tidak perlu dijelaskan di sini apa dan bagaimananya... karena bukan itu inti cerita ini :) 

Dalam sebuah pertemuan, X yang selama ini kami support bercerita bagaimana "menderitanya" dia karena tidak adanya support seperti yang dijanjikan. X memang tidak salah, karena dia tidak tahu kondisi dan kejadian yang sebenarnya, saya pun korban... karena saya mengira X tau kesepakatan awal bahwa dia akan di support oleh tiga orang (yang ternyata hanya satu orang dan X taunya memang hanya saya yang akan mengsupport dia. What??) jadi ketika kami off enam bulan harusnya tidak masalah. Lagi pula suami saya pun turut menyumbangkan sejumlah dana. Tapi yaaa begitulah.

X bercerita dia harus bekerja tambahan sebagai tukang cuci piring dan itu sangat melelahkan, karena harus berdiri sampai malam. Belum lagi kelas yang diambilnya banyak, hanya satu hari yang bisa digunakannya untuk beristirahat (kebetulan saya menawarkan X mengajar menggantikan posisi saya dengan maksud uang gajinya bisa sebagai substitusi uang bulanan yang selama ini saya berikan, Namun X tidak bisa karena itu satu-satunya hari utuk beristirahat baginya). Kondisi keluarganya juga sedang kesulitan karena ibunya kena stroke. Saya dan suami hanya bisa khidmat dengarkan. 

Usai X pulang, saya dan suami saling bertatapan, sepertinya kami mengerti apa isi pikiran kami masing-masing saat itu. Sambil berbincang santai, kami membahasa satu persatu kisah X.

*Ambil kelas banyak? Saya semester itu ambil 5 kelas, kurang banyakkah? :) Dimana-mana kelas S3 lebih sulit daripada kelas anak master *menurut saya
* Ibu kena stroke? Ayah sayapun waktu itu sedang terbaring di rumah sakit, sama kena stroke! Dan ayah mertua baru keluar dari rumah sakit karena sakit jantung. Common.... semua keluarga punya kisah dan masalahnya masing-masing :) 
* Capek... tidak ada waktu istirahat. Hem... mungkin dia harus merasakan dulu bagaimana capeknya menjadi seorang ibu, istri, mahasiswa dan pengelola katering!! Tidur bagi kami adalah anugrah... boro-boro hari khusus untuk beristirahat. Bayangkan.. diantara lima kelas yang saya ikuti harus saya bagi lagi untuk mengasuh anak... membaca paper... mengerjakan orderan... menyiapkan projek dan riset untuk akhir semester di indonesia... revisi jurnal (yang alhamdulillah akhirnya di publish). Jam 10 itu waktu paling awal bagi kami untuk tidur dan jam 2 kami harus sudah bangun lagi. Bahkan selama ramadhan.. dingin-dingin terkadang hujan-hujan suami saya mesti mengantar pesanan untuk sahur! ZOMBI... iya, itu kata yang tepat untuk menjelaskan bagaimana kondisi kami pada masa itu. Sering kali kami bertangis-tangisan tengah malam menikmati dinamika kehidupan yang sedang dihadiahkan kepada kami. Dan di ujung sana... masih ada orang yang merongrong kami tanpa peduli bagaimana menderitanya kami! 

Tapi alhamdulillah.... kami bisa menjalaninya... kami masih waras #alhamdulillah dan kami bisa menjaga lisan untuk tidak mengeluh! Dan kini kami sadari, tidak mengeluh itu sangat penting. Bermental baja itu harus. Apalagi bagi anda yang memutuskan untuk terjun kedunia bisnis. Tidak ada aktivitas yang tidak capek di dunia ini. Hanya tidur seharianpun bikin capek! ^_^ 

Jalani... dan yakinlah pada Allah kalau setiap ikhtiar itu akan selalu berbuah manis. Sama halnya seperti kemarin yang saya jalani. Hari kamis kami ada orderan 20 porsi nasi padang dan 3 kg rendang, hari jumat ada 30 orderan ayam geprek dan dendeng, hari minggu ada orderan 60 porsi biendang dan hari selasa ada 20 orderan nasi padang. Semua dilakukan disela-sela waktu kami. Misalkan... untuk mengerjakan 20 orderan hari selasa ini, senin pagi saya sudah angsur memasak, senin siang sampai sore saya kuliah, sore sampai malam harusnya ada kelas bahasa mandarin namun saya skip karena ada beberapa perlengkapan yang tidak cukup sehingga pulang kampus saya mesti berburu ke pasar. balik dari pasar menemani anak yang sudah seharian saya tinggali. Setelah anak  tidur saya eksekusi memasak sampai jam 3 pagi. Istirahat sejenak dan bangun subuh. Usai subuh langsung persiapkan pesanan 20 porsi nasi Padang bersama suami. Siang suami antarkan pesanan dan lanjut ke kampus dan saya di rumah membersamai anak. Sebagai seorang ibu sayapun harus mengerjakan berbagai pekerjaan rumah seperti bersih-bersih dan masak untuk keluarga. Malam suami pulang saatnya family time. Saat semuanya sudah tertidur.... saya masih melek di sini. belajar cuy! dan curhat di sini :P So.... kalau anda capek... saya pun capek :)

Sunday, 26 November 2017

Forgive But Not Forget

Terkadang saya suka berfikir, apakah saya seorang pendendam? Saya tidak pernah bisa melupakan kejadian buruk yang dilakukan oleh orang lain terhadap saya. Apalagi jika orang tersebut pura-pura tidak tahu dan tidak pernah meminta maaf atas perlakuan buruk yang pernah dilakukannya. Di satu sisi saya sering menyampaikan ke diri saya sendiri,"tidak apa-apa", tapi dalam realitanya ada satu hal yang tidak bisa didustakan : saya tidak mau bertemu dengan orang tersebut. 

Ketika saya berkata its okay... saya memaafkan... itu seperti sebuah kejadian masa lalu yang biarkanlah tetap berada di masa lalu, termasuk oknum pelakunya. Jadi ketika di masa depan saya bertemu dengan orang tersebut semua kenangan buruk itu kembali berhamburan dan seketika menjadi jarak dan batas antara saya dan dia. Misalkan saya memilih untuk tidak berkomunikasi, jika pun berkomunikasi seperlunya saja, saya pun akan memilih untuk tidak berada satu ruangan dengan orang tersebut kalau pun satu ruangan berada di posisi yang saya tidak perlu melihatnya. Apakah sebenarnya kemarahan... dan rasa kecewa saya belum tuntas? Atau memang tidak pernah diselesaikan? Dan apakah ini artinya saya dendam?

Tapi saya tidak pernah punya keinginan untuk membalas. Saya pun hanya bisa bersedih kenapa ada orang yang tega melukai dan menyakiti saya. Saya kecewa dan yang bisa saya lakukan adalah menangis. Untuk beberapa kasus saya menyampaikan secara langsung rasa kecewa saya, namun beberapa kasus lain kesedihan itu berlalu begitu saja dibawa angin lalu. Berlalu... dan tiba-tiba hadir kembali saat saya beremu dengan si pelaku, hehehe. :) Saya juga jadi manusia yang kurang simpati, jika ada hal buruk yang terjadi pada orang tersebut hati kecil saya acap kali berbisik, "kamu pantas mendapatkannya" dan jika saya berada diposisi yang dapat membantu, biasanya tidak akan saya bantu. Saya memilih untuk tidak tahu apa-apa. Apakah hal ini salah?

Pada dasarnya saya manusia yang lempeng-lempeng saja. Saya tidak pernah punya niat jahat terhadap orang lain. Orang lain pun saya posisikan sama, mereka semua baik, dan selama ini mayoritas orang yang saya temui memang orang baik. Hanya satu dua orang saja yang tidak seperti ekspektasi saya, dan karena itu perlakuan buruk mereka jadi sangat membekas di hati saya. 

Saturday, 25 November 2017

SOP itu Penting!

SOP a.k.a Standard Operation Procedure merupakan bagian penting dari sebuah bisnis, walaupun itu hanya bisnis ecek-ecek :) Dan saya termasuk pebisnis pemula yang kurang memperhatikan hal ini. 


Seiring berjalannya waktu, ada banyak pelanggan yang pada akhirnya ingin menjadi re-seller saya. Setelah berdiskusi dengan produsen, saya mendapatkan harga bagus sehingga memungkinkan untuk mengepakkan sayap dengan membuka peluang bagi beberapa orang re-seller. Dalam menetapkan re-seller saya tidak membuat SOP ataupun aturan baku bagi para re-seller. Saya hanya menyediakan :
1. Daftar Harga re-seller dan daftar harga jual saya (sebagai perbandingan);
2. Minimal pembelian (sehingga bisa di cover ongkos kirim dan tidak merepotkan saya untuk packing ulang dan kirim ulang, jadi produsen yang langsung mengirimkan);
3. Minimal waktu pemesanan, karena kami sangat konsen dengan kesegaran dan kualitas bakso yang dijual.

Setelah berjalan selama beberapa waktu, banyak hal-hal kecil yang luput dari kami namun karena cuma masalah minor dan tidak menjadi masalah bagi produsen, kami tidak terlalu ambil pusing. Walau terus terang cukup mengganngu bagi saya :) Misalkan dalam menyediakan biang kaldu untuk kuah bakso. Karena re-seller saya kebanyakan mahasiswa, produk paling laris yag mereka jual adalah bakso tahu. Bakso tahu ini dari segi harga paling murah, namun dari segi kuah paling banyak. Terkadang antara effort dan keuntungan yang didapat tidak sebanding, namun atas nama bantu mahasiswa ya sudah bolehlah. 

Hingga puncaknya pada suatu ketika... seorang re-seller membatalkan pesanannya. Pesanannya tidak sedikit... 80 porsi! Dan pembatalan dilakukan beberapa jam sebelum barang di antar. Saya dan suami tentu geram, namun kepala harus tetap dingin. Dengan alasan istri temannya hendak melahirkan, maka dengan terpaksa dia harus membatalkan pembelian.
"Yang mau melahirkan istri temannya, lalu kenapa yang batal jualan bakso kenapa dia?" tanya saya kepada suami yang sudah semakin masam senyumnya. Hehehe... ya yang ditanya tidak lebih tau dari yang bertanya. Kamipun tidak menanyakan langsung, karena kondisi emosi sedang siap-siap meledak kala itu. Jadi hanya bisa berasumsi saja... barangkali yang selama ini bantu jualan teman tersebut. Tapi... kalau teman itu statusnya membantu, kalau istri si teman mau melairkan... si re-seller bisa menjualnya sendiri dengan mencari tenaga bantuan yang lainkan?
"Atau jangan-jangan dia cuma broker, penyambung ke si teman yang istrinya mau melahirkan itu." Hm.... make sense sih. 

Tapi.. walau posisinya hanya sebagai broker, bukan berarti dia bisa seenaknya saja kan? Main cancel ke kami, di detik-detik barang yang akan diantarkan. Barang sudah jadi... modal sudah keluar... nggak bisa seenaknya saja kan? Ya betul ini resiko bisnis, tapi pihak kedua bukan serta merta main cuci tangan saja kan? Banyak alternatif yang bisa dia pilih tanpa harus merugikan pihak lain. Dengan berbagai manuver akhirnya kami berhasil memaksa re-seller untuk bertanggung jawab dengan barang pesanannya. Kami bisa mengerti jika alasannya adalah hal yang sangat darurat sekali. Namun alasan yang dia sampaikan ke kami menunjukkan betapa lemahnya mental wirausahanya. Dari awal re-seller yang satu ini memang terlihat "mau enaknya" saja, dan serba praktis. Pengen dapat duit tapi kagak mau usaha ^_^ Namun kami tetap memberi dia kesempatan dengan harapan seiring berjalannya waktu dia akan belajar banyak hal. Tapi ternyata kami salah :) 

Lalu apakah dia tetap kami jadikan re-seller? Selama dia mau ya silahkan, tentunya dengan berbagai catatn dan evaluasi. Kami sendiri berterima kasih, dengan kejadian ini kami menyadari bahwa SOP itu penting! Akad awal sebelum bermuamalah itu sangat perlu, agar tidak ada yang dirugikan. Misalkan, jika diawal kami menginformasikan bawah pemesanan minimal dua hari sebelumnya dan pembatalan minimal satu hari sebelumnya dengan tetap membayar sebanyak 25% dan 100% jika pembatalan dilakukan secaa mendadak, dia tentu akan mikir-mikir lagi untuk "berbuat sesukanya". 

Kami diajarkan untuk benar-benar prosefional, jangan pakai perasaan mulu. kasihan ini mahasiswa.. kasihan bla-bla... no-no-no... ini bisnis man! ^_^ Dan benar kata para mentor bisnis, mencari partner bisnis itu seperti mencari pasangan hidup #halah. Kenali baik-baik... cari tahu sedikit/banyak tentang orang tersebut. Karena bisnis bukan hanya sekedar transaksi keuangan, hehehe 

*menulis sambil memasak rendang
Taipei, 25 November 2017

Thursday, 9 November 2017

Be professional, please...

Selenting kabar sampai ke saya, bahwa ibu X lagi-lagi mencontek jualan saya. Sebelumnya dia menjual bakso dengan mengambil langsung ke suplier saya, saya yang bodoh sih ngapain bagi-bagi ke orang lain nomor kontaknya, hehehe. Nah... ternyata dia juga menjual menu handalan dari Katering Bunda Najmi.

Nggak ada yang salah sih, semua orang bisa jual apa saja yang mereka suka kan? Dalam dunia usaha, apalagi kuliner, contek mencontek ide itu sudah biasa. Walau saya kesel juga, ini orang selalu meniru produk yang sukses saya jual. Malah dulu lebih parah, dia selalu minta resep ke saya cuy... dan saya lugunya ngasih, hahaha.

Hingga saya sadar, saat dia minta resep Dendeng Batokok yang lagi nge hits se-gongguan. Apalagi saya the one and only yang jual itu barang se-Taipei. Jadi walau hanya buka open PO seminggu sekali, yang beli selalu rame. Lah... mosok saya bagi resep andalan saya... ya... kalau dia mau bisa tanya om google juga banyak resep berseliweran. Tapi resep rahasianya... hanya orang Minang yang tau :p Jadilah saya cuekin...

Nah selain Dendeng Batokok, menu nge-hits saya yang lainnya adalah... ayam geprek. Ini pun resepnya banyak berseliweran dimana-mana. Tapi gitu tau dia juga jual itu... nyesek juga saya. Hahaha. Kesel aja, semua serba diikutin. Masalahnya... saya untuk menentukan menu itukan pakai proses, analisa pasar kuliner tanah air #halah untuk diadopsi di sini. Itupun butuh proses juga kan untuk mengetahui respon pasar di sini. Jadi kalau dijiplak-jiplak gitu... keki aja saya :p Dan tadi... qadarullah... saya mergokin sendiri dia jual ayam geprek, walau mencoba nutup2i dari saya. Allah tidak tidur bu...

Lagi... saya tidak masalah dia juga jual produk yang sama walau dalam hati agak-agak gimanaaa gitu ya. Yang saya kesal itu alasan orang-orang menerima dia berbuat demikian (plagiarism dan main belakang, red), dalam hal ini... suami saya!
"Ya... dia lagi butuh uang kali Bun..."
"Anaknya kan banyak Bun..."
"Ya.. biarkan ajalah, kasihan..."
Bla... bla... bla...

Saya tidak mempermasalahkan aksi contek mecontek itu, tapi saya menyayangkan sikap permisif dari orang-orang disekitar. Saya yakin, orang lain pun akan memiliki pemikiran yang sama dengan suami saya. Jadi giniloh, kalau kita ambil contoh yang agak ekstrim, si ibu itu tidak mencuri ide tapi... mencuri barang. Lalu apakah akan dibiarkan saja dengan alasan-alasan tersebut?

Bisnis itu bukan sekedar perkara cari duit saja. Bisnis itu tempat mengasah kreativitas, dapat banyak orderan itu bonus. Hargailah bisnis itu sebagai sebuah proses bukan semata-mata hanya menjadi alat untuk dapat uang, kalau sudah begini, jadinya menghalalkan segala carakan?

Orderan saya sama sekali tidak berkurang, walau si ibu juga menjual produk yang sama dengan saya. Malah... orderan saya bertambah dan pintu-pintu rejeki Allah bukakan dari pintu-pintu yang tidak pernah saya duga. Dan tanpa diduga... tawaran bisnis dari ranah lain ujug-ujug datang begitu saja. Saya yakin Allah Maha Kaya dan kavling rejeki setiap orang sudah dijatah oleh-Nya.

Tapi... ya... saya menyayangkan strategi bisnis yang diambil oleh si ibu. Mungkin baiknya saya ngomong langsung dengan yang bersangkutan dan bahkan mementoring dia biar bisnisnya oke, hehehe #siapaelu :p Tapi... saya sudah ilfil duluan :p

Wednesday, 4 October 2017

Hayati Lelah, Bang...

Rasanya... benar-benar butuh istirahat. Sejenak... sejenak saja... tidak melakukan apapun. Hanya berbaring di peraduan, menikmati secangkir teh manis panas ditemani nasi kuning dan ayam kremes, hehehe. Mendadak kangen sekali makan ayam kremes ini dengan nasi kuning :)

Sehari saja melalui hari tanpa harus beradu argumen dengan suami, tanpa harus menahan emosi menghadapi kelakuan si bocah. Tanpa harus memikirkan paper... tanpa harus memikirkan cash flow katering Bunda Najmi... tanpa menghadapi orang-orang yang acapkali kelakuannya menyebalkan... Sehari... saja.... Ya... hanya sehari saja :)

Tapi sepertinya tidak mungkin. Siapa yang akan menjaga Najmi? Meminta bantuan suami sebentar saja sudah sering membuat dia uring-uringan. Apalagi kalau nantinya berakibat buruk ke Najmi, yang kena marahlah... kena hardiklah... no... no... no... Biarlah harus bercapek-capek... berlelah-lelah... yang penting Najmi bisa melewati harinya dengan tenang dan bahagia. Jangan jadikan anak sebagai korban energi negatif orang tua. No... no....no...

Saya masih kuat kok, kalau untuk urusan study saya harus bangun tengah malam dan menghidupkan malam diantara dengkuran suara orang-orang, hingga siangnya bisa menemani Najmi dan melakukan aktivitas lain, berjualan contohnya :)

Ya... saya yakin, saya masih kuat untuk menjalaninya. Walau saat ini saya benar-benar butuh waktu untuk mengurai keruwetan ini semua, dalam tenang. Tanpa harus terganggu oleh rengekan anak... perbedaan pendapat dengan suami... perlakuan buruk orang-orang. Saya benar-benar ingin membuang semua perasaan negatif ini, menata kembali rencana masa depan dan menjalaninya dengan hati yang lapang... oh Allah...

Hayati benar-benar lelah... Bang... (TдT)(;_:)(ToT)

Saturday, 23 September 2017

Gaya Belajar Anak

Hari ini hari terakhir pengumpulan tugas pengamatan gaya belajar anak. Terus terang saya sangat terbantu sekali melalui tugas ini untung mengobservasi lebih jauh, Najmi masuk dalam kategori yang mana.

Karena Najmi baru berusia 3 tahun, agak susah memang menentukan gaya belajar mana yang paling menonjol. Tapi setidaknya saya jadi punya gambaran, kecendrungan mana Najmi masuknya.

Penugasan ini juga jadi membantu kami untuk memilihkan mainan yang tepat buat Najmi. Selama ini kami suka kewalahan, saat ada pekerjaan mendesak dan Najmi tidak bisa dilepas bermain sendiri. Maunya ditemani terus. Ternyata kami salah memberikan mainan. Mainan yang kami sediakan ternyata bukan minatnya, makanya dia tidak betah memainkannya. Dan disaat sudah menemukan mainan yang pas, ternyata dia bisa betah bermain berlama-lama walaupun seorang diri. Aaah akhirnya :)

Walau tantangan ini sudah berakhir, tentunya tugas saya untuk mengamati gaya belajar anak masih berlanjut. Makasih IIP... Makasih Bunsay ^_^

#tantangan10hari
#level4
#gayabelajaranak
#BunsayIIP
#day10

Friday, 22 September 2017

Dunia Bisnis Itu Keras, Teman!

Dulu... saya suka gemes sama ibu saya, karena sering tertipu oleh karyawannya. Beberapa orang karyawan yang dimilikinya, berakhir dengan pemecatan karena ketahuan berbuat curang dan merugikan toko. Saya gemez... kenapa ibu saya tidak melakukan sesuatu. Minimal, marah gitu sama orang yang sudah merugikan bisnisnya. Ibu saya lempeng saja, menganggap hal itu sebagai resiko bisnis dan kembali fokus berjualan. Tidak sekali ibu saya ditipu oleh karyawannya, namun beberapa kali, hingga saya suka bertanya-tanya sendiri, Did not she learn from her past experiences? Hingga akhirnya saya terjun ke dunia bisnis, baru saya mengerti apa yang terjadi dengan ibu saya.

Sejauh ini, bisnis adalah pekerjaan sampingan bagi saya. Saya mulai serius menekuninya, karena keadaan yang sangat terpaksa saat itu. Kisahnya bisa dibaca di sini. Dan hingga kini saya benar-benar fokus melakukannya walau tetap saja, hanya di hari-hari khusus saja. Semula saya rasa baik-baik saja dan malah fun, karena yang berbisnis bukan hanya saya, namun juga ibu-ibu disekitar saya. Kami memiliki ciri khas produk makanan masing-masing sehingga tidak jarang berkolaborasi kalau ada orderan besar. 

Masalah datang ketika saya hendak pulang ke Indonesia selama summer break. Seorang ibu datang dan menyampaikan jika beliau hendak menjual bakso. Saya tidak paham maksudnya apa, apakah dia ingin mengambil bakso dari saya karena di wilayah kami saya yang berjualan bakso atau... cuma sekedar pemberitahuan saja kalau dia mau jualan bakso. Karena saya menganggap dia mau ambil bakso dari saya... saya sampaikan ke beliau kalau saya akan break selama sebulan, jadi tidak jualan dulu. Lagian saya masih mikir-mikir juga... kalau saya kasih bakso ke dia, nanti dia jual  berapa? Saya sendiri mengambil keuntungan sangat tipis, kalau dia saya beri harga normal nanti dia akan jual harga berapa? Padahal pasar kami itu-itu saja orangnya, pasti dia akan kalah bersaing karena otomatis harga saya lebih murah. Atau kalau mau, saya yang menaikkan harga pasaran agar si ibu itu punya margin untuk menjualkannya. Karena mau break saya tidak pikir panjang. Nanti saja dibahas saat balik. Saya mikirnya begitu.

Namun apa yang terjadi? Ternyata si ibu itu menjual bakso yang sama persis dengan yang saya jual selama saat libur ke Indonesia. Salah saya, waktu itu share no kontak pembuat bakso. Entahlah... saya tidak kepikiran saja akan ada orang yang "menyalip", karena selama ini kami bersama ibu-ibu yang lain fun-fun saja dan masing-masing membuat produk pilihan yang berbeda. Karena ya itu... pasar kami secara garis besar itu-itu saja.
"Udah... sabar aja Bun. Barangkali dia jualan bakso karena kita lagi di Indonesia", demikian kata suami. Saya iya-iya saja, ya... bisa jadi. Kita lihat saja nanti setelah balik ke Taiwan. 
Setelah kembali... ternyata si ibu tersebut masih menjual bakso yang sama persis seperti saya. Bahkan banyak laporan yang masuk jika si ibu menjapri orang-orang agar kalau membeli bakso ke dia saja.
"Rejeki nggak bakal ketukar Bun", nasehat suami saat saya membahas masalah ini. Ya... saya yakin itu, buktinya penjualan bakso kami masih baik-baik saja bahkan lebih banyak dari biasanya.
"Mungkin dia memang butuh uang, anaknya kan banyak", tambah suami lagi. Sekali lagi saya iyakan, kita tidak pernah tahu kebutuhan dan kesulitan ekonomi yang dialami seseorang. 

Sejak saat itu, saya tidak pernah lagi bahas bakso. Lagian varian jualan saya yang lain masih banyak dan itu tidak kalah nge-hits dengan bakso. Pembuat bakso pun pernah menanyakan terkait hal ini, karena dia merasa nggak enak juga karena melepas baksonya ke si ibu tersebut. Rasa tidak enak yang tidak seharusnya dia miliki, yang namanya produsen bakso ya pengennya baksonya terjual lah :) Saya pun tidak pernah menyalahkan beliau. Saya merasa si ibu itu tidak etis, iya. Namun bagaimanapun itu hak dia untuk berjualan produk yang dia mau. Walau kadang suka ngenes sendiri, karena saya hunting ke berbagai produsen bakso untuk mendapatkan produk terbaik menurut citarasa saya dan memang diakui oleh banyak pelanggan saya. Begitu sukses, si ibu tinggal serobot saja :p Ya... itu urusan dialah :) 

Hingga tadi... saya kembali merasa terusik oleh si ibu ini. Saya sedang mengantarkan pesanan bakso ke seorang langganan. Saat itu temannya juga menginginkan bakso yang sama (bakso pentol), namun karena saya tidak membawa lebih (hanya sesuai pesanan) saya bilang paling baru ada minggu depan. Karena saya pun menjual bakso dengan sistem PO, jadi kalau tidak pesan ya... tidak kebagian. Si ibu bersangkutan ternyata juga membawa bakso. Tapi ternyata bukan varian bakso yang diinginkan pelanggan. 
"Saya di rumah ada, tapi nggak bawa ke sini...", kebetulan kami berjualan di Masjid setiap hari Jumat. Dan si ibu itu terus berceloteh panjang berusaha meyakinkan bahwa dia adalah si penjual bakso. Padahal jelas-jelas mereka sedang bertraksaksi dan berkomunikasi dengan saya. Hanya bisa menarik nafas panjang... mungkin dia memang sebegitu butuhnya dengan uang, hingga urat malunya sudah putus semua. Karena menurut saya itu bukan masalah besar, jadi saya cuekin saja dan lanjut menemani anak saya.

Tiba-tiba malah ada seorang ibu lain yang ngomporin,"Kontak aja ibu tadi (pelanggan) bilang kalau baksonya ada di rumah. Antar kalau bisa ke rumahnya.", saya diam pura-pura tidak dengar. Toh tidak ada gunanya. masak hanya gara-gara beberapa NT jadi gontok-gontokan dengan orang :D 
"Saya jualin ya baksonya Bu... Pakai tim saya, nanti saya minta komisi XX NT." lanjut si ibu yang ngomporin tadi.
"Saya jual di grup XX", tambahnya. Sungguh, saya sedih sekali. Jelas-jelas saya pun selama ini mempromosikan bakso saya di grup XX dan dia dengan seenaknya mau menjadikan grup XX sebagai seller langsung bakso. Ya... lagi-lagi itu hak mereka... dan lagi-lagi... rejeki tidak akan tertukar. Namun yang saya sedihkan itu... cara mereka itu loh. Jelas-jelas saya ada di sana, namun dia bertindak seolah-olah saya nihil.. tidak ada. Padahal selama ini, saya tidak pernah buat masalah dengan salah satu diantara mereka. Sah-sah saja sih kalau mereka ingin membuat kesepakatan tersebut, tapi bisakan dibicarakannya tanpa harus di depan saya? Tidak sebegitu berartinya saya bagi mereka? Sebegitu tidak berharganya? Sungguh.... saya benar-benar kecewa...

Flash back ke beberapa bulan sebelumnya... suami saya berencana membuat dan menjual tempe. Karena tempe merupakan makanan favorit yang untungnya gede! Bisa tiga hingga empat kali lipat harga jualnya dari harga produksi. Menggiurkan bukan? Namun karena si ibu yang mengompori jualan tempe beberapa hari setelah ide tersebut keluar dari mulut suami, kami urung melakukannya. Tidak enak bersaing dengan tetangga sendiri. Lalu produsen empek2 menawari kami untuk menjadi re-sellernya, namun kami tolak baik-baik. Karena diantara kami sudah ada yang menjual empek-empek, biarlah itu menjadi rejeki dia saja. 

Poin yang ingin saya sampaikan adalah dalam berbisnis, saya dan suami tidak hanya memakai kalkulator keuntungan saja. Ada banyak hal yang kami pertimbangkan, pertama kualitas, kami hanya menjual barang yang kualitasnya bagus. Kedua, speciality, sedapat mungkin tidak menjual barang yang sudah dijual orang lain di komunitas ini. Karena kami hanya sekelompok manusia Indonesia yang terdampar di sudut kecil kota Taipei, pasar dan sasaran kami secara garis besar orang yang itu-itu saja walau tidak tertutup kemungkinan untuk ekspansi pasar. Jadi kami mencoba untuk saling menjaga perasaan. Tapi tidak semua orang berpikiran demikian, ada sebagian orang yang berjalan di kepalanya hanya uang..uang.. dan uang... Bagaimana caranya agar bisa mengumpulkan uang... 

Dan mungkin... ini juga yang terjadi dengan ibu saya. Dia menganggap semua orang baik, tidak menyangka jika ternyata ada yang akan menusuknya dari belakang. Sekarang saya mengerti... mengapa untuk mengerti karakter seseorang... berbisnislah dengan mereka... maka kita akan paham karakter aslinya seperti apa. 

Semoga kita dijauhkan dari sifat-sifat seperti itu... dan lebih waspada lagi dengan orang-orang disekitar kita. Terlihat baik... belum tentu baik... :(

Ini baru bisnis level ecek-ecek, gimana dengan yang levelnya lebih besar lagi ya? :)

Thursday, 21 September 2017

Ternyata Dia Seorang Scientist!

Mencoba tes learning personalities di sini :http://www.scholastic.com , ternyata Najmi seorang scientis! Bener banget sih... anaknya kritis, always asking why and moat of all... selalu saja bisa menjawab saat beradu argumen dengan emak. Di satu sisi emak gemas... di sisi lain.. proud!

Detailnya ada di sini:


#tantangan10hari
#level4
#gayabelajaranak
#BunsayIIP
#day8

Tuesday, 19 September 2017

Menjelang Pre-School

Tahun depan rencananya Najmi akan kami masukkan ke pre-school. Pendidikan utamanya tetap di rumah, disekolahkan buat belajar bahasa mandarinnya. Sayang juga sudah sampai di sini, namun tidak dimaksimalkan (•Ó©•)♡. Untungnya pre school di sini cuma 2-3 jam saja, jadi tidak menyalahi acuan kurikulum yang kami rencanakan.

Nah... sebagai persiapan, saya mengajarkan beberapa kosakata dasar dan kalimat sederhana yang sekiranya dibutuhkan saat sekolah nanti. Luar biasa... dia langsung ingat dan bisa mengulangnya :) Balita mah gitu ya... kapasitas otaknya masih buuaanyyaaakkk sekali diajarin langsung nangkap.

Saya terkadang harus sangat berhati-hati dengan Najmi. Mengucapkan sebuah kata sekali saja, langsung nempel di memorinya. Jadi kalau salah ucap kata kurang bagus, itu hampir tidak bisa di delete dari ingatannya :)

#tantangan10hari
#level4
#gayabelajaranak
#BunsayIIP
#day6

Monday, 18 September 2017

The Locked Mystery

Sudah dua hari ini, Najmi lebih banyak bersama ayahnya dari pada saya. Sehingga... I lost the chance to observe her and also because of that, there is no update about her type of learning for these couple of days.

Hari ini... kami membuat boneka flanel. Karena Najmi lagi senang-senangnya bermain peran. Jadi, saya buatkan deh boneka, agar dia bisa bermain peran sesuai dengan imajinasinya.

Selama ini dia suka berperan sebagai baker yang membuat beraneka kue enak, hehehe. Terkadang dia pun memerankan beberapa karakter sekaligus dengan boneka-boneka di rumah sebagai tokoh utamanya. NarasiNya tidak jauh dari kisah kehidupan sehari-hati yang kami alami.

Nah... kalau begini dia termasuk tipe apa ya? Visual? Melihat lalu mencotoh. Atau kinestetik? Karena bergerak dan kemudian menirukannya?

Tapi... kalau visual kayaknya tidak ya, jika digabungkan dengan pengamatan2 lainnya. Najmi cenderung ke tipe auditori atau kinestetik.

Hari ke lima... misteri masih belum terpecahkan :)


#tantangan10hari
#level4
#gayabelajaranak
#BunsayIIP
#day5

Monday, 11 September 2017

Tipe Kinestetik?

Yeay... senang sekali dapat kesempatan untuk mengamati apakah Najmi tipe pembelajar kinestetik atau bukan? Kebetulan sekali tanggal 10 september ini ada lomba 17 -nan tertunda-  keluarga muslim Indonesia di Taiepi :)

Beberapa ciri kinestetik yang menonjol dari Najmi : kalau berbicara memakai gestur, cepat ingat hal-hal yang dilakukan secara langsung, tidak bisa diam (verbal dan motorik).

Hasilnya bagaimana? Mungkin hasilnya lebih ke motorik ya... bukan kinestetik. Ada 4 lomba yang Najmi ikuti : pilih warna balon, pakai kaos kaki, lomba ambil bola, membawa kelereng dan mewarnai.

1. Pilih warna balon, Najmi juara tiga, yeay... bukan karena dia larinya kencang tapi karena dia mengerti perintah yang disampaikan dan percaya diri. Karena Najmi harus mengambil balon sesuai warna yang diperintahkan ke orang yang dia tidak kenal. Anak lain banyak yang gagal karena takut mengambil balon ke orang lain dan ada juga yang tidak paham perintah.

2. Lomba pakai kaos kaki, failed... hahaha. Najmi sudah bisa memakai kaos kaki namun saat lomba semua orang menyoraki para peserta termasuk dirinya, Najmi ke-distract. So... ada kemungkinan dia bukan tipe kinestetis ya? Karena anak kinestetis tidak terganggu oleh keributan.

3. Lomba ambil bola, lagi gagal, wkwkwk. Tapi saya senang, karena Najmi gagal bukan karena dia kurang cepat tapi... karena dia jujur. Saat lomba akan di mulai, saya sudah sampaikan kepadanya bahwa lombanya dengan mengambil satu persatu bola, kemudian diberikan kepada saya. Najmi taat aturan disaat anak lain mengambil dua bola sekaligus. Artinya... Najmi paham penugasan yang disampaikan dan dia jujur menuntaskannya, sama sekali tidak terpengaruh oleh anak lain yang tidak sesuai aturan. So... dia cenderung ke auditori bukan ?

4.Lomba bawa kelereng dengan sendok, Najmi juara tiga, karena anaknya super hati-hati. So... anaknya amanah euuuyyy

5. Lomba mewarnai, tidak tuntas, karena Ayah sama Bunda ikut perlombaan dewasa dan dia berhenti ketika tidak ditemani.

So... hasil dari pengamatan hari ini... gaya belajar Najmi tidak cenderung ke kinestetik.


#tantangan10hari
#level4
#gayabelajaranak
#BunsayIIP
#day3

Saturday, 9 September 2017

Is she truly auditory learner?

Memasuki hari kedua ini, saya mencoba beberapa tes untuk memastikan Najmi benar-benar tipe auditory atau bukan.

Pertama, saya mengajarkan Najmi huruf hijayyah dengan menuliskannya di buku. Kalau dia tipe visual, dia tidak akan tertarik, apalagi selama ini memang menggunakan media yang cukup eye cathcing. Hasilnya? Najmi sama tertariknya belajar dengan metode ini ataupin via media yang lebih good looking.

Kedua, saya memberikan Najmi banyak boneka dan membiarkan Najmi berkreasi dengannya. Yang terjadi? Dia menjadi seorang story teller yang baik dan imajinasinya sungguh menakjubkan (bagi saya, hehehe). Lagi-lagi ciri auditori yang menonjol.

Nggak sabar menunggu besok, rencananya mau uji kecerdasan kinestetiknya Najmi :)

#tantangan10hari
#level4
#gayabelajaranak
#BunsayIIP

Friday, 1 September 2017

Aliran Rasa Level #3

Excited! Itu yang saya rasakan. Karena terus terang, bagian family project ini termasuk materi yang saya tunggu-tunggu. Dulu setiap baca kisah tentang keluarga Bu Septi langsung membayangakan, duuuh kapan ya bisa kayak gini :)

Finally! Akhirnya kebagian juga. Belum seperfect yang saya bayangkan (selama ini). Giliran kesempatan datang jadi heboh sendiri dan bingung.... apa prioritas yang akan dijadikan family project :)

Alhamdulillah, akhirnya menemukan project yang benar-benar kami semua putuskan dan kerjakan bareng. Well, kami di sini lebih ke saya dan suami sih. Karena Najmi menjadi objek dari output project kami kali ini. Bukan berarti Najmi nggak dilibatkan ya!

Jadi nggak sabar dengan materi selanjutnya daaan materi selanjutnya :)

Monday, 28 August 2017

Mencari Rumah atau Apartemen di Taipei

Menyambung tulisan berikutnya, pertanyaan yang sering masuk adalah tentang bagaimana mencari rumah di Taiwan, lebih spesifiknya lagi di Taipei. 

Video version: 
Tips Mencari Apartemen di Taiwan

Bagi yang masih single, biasanya ada pilihan asrama (dormitory) dengan harga yang lebih terjangkau walau mungkin agak kurang nyaman. Misalkan harus tinggal bersama dengan orang dari negara lain, satu kamar bisa berdua, berempat, berenam bahkan ada yang bertujuh. Masing-masing kampus punya kebijakan yang berbeda. Saya dulu sempat mengalami tinggal bersama orang Vietnam dan Taiwan. Orang Vietnam oke menurut saya, mereka sama seperti kebanyakan orang Indonesia... rapi dan rajin bersih-bersih. Tapi orang Taiwan.... kalau dari pengalaman saya... jorok orangnya :( Kebetulan saja kali ya... saya dapatnya yang demikian. Untungnya ke back-up sama roomate orang Vietnam, jadi ada teman bersih-bersihlah. Kan keki juga kalau urusan bersih-bersih seperti kamar mandi dan area umum di kamar kita sendiri yang ngerjain :D Nah urusan dorm ini juga biasanya juga siapa cepat dia dapat, so... pastikan tidak ketinggalan dan pantengin terus jadwal aplikasinya. Biasanya akan diinfokan by email.



Nah buat yang berkeluarga atau ingin lebih nyaman... mau nggak mau harus cari tempat tinggal di luar. Harganya bervariasi, tergantung tempat tinggal. Yang pasti... di Taipei paling muahaalll... Ada beberapa cara yang dapat dilakukan dalam mencari rumah/apartemen di Taipei, diantaranya :

Friday, 25 August 2017

Family Project #1 20 Menit Bersama Najmi (7)

Nggak berasa, project kali ini sudah mau berakhir. Pengennya hati ini sudah mau masuk tahap evaluasi, namun sepakat sama suami besok saja evakuasinya sembari family time dan lihat kembang api di yanping river side. Horeee... hehehe

Project hari ini sederhana saja, memenuhi wishlist Najmi. Hohoho... sekalian mengajarkan dia membuat pilihan sendiri.

Wish list Najmi hari ini :
1. Ke masjid besar, main dengan Mas Iban dan Alisha
2. Makan Es Krim
3. Main ke rumah Mas Iban

Alhamdulillah... poin 1 dan 2 dapat direalisasikan, namun poin no.3 tidak bisa karena Bunda mau ada tamu (~_~;)

At least Najmi sudah senang, hampir semua widh list nya terpenuhi. Sangkij bahagianya, sampai rumah langsung bobok dan baru bangun menjelang masjid. Nggak tau senang... atau capek itu ya... hihihi...


#Day9
#Level3
#MyFamilyMyTeam
#KuliahBunsayIIP

Thursday, 24 August 2017

Family Project #1 20 Menit Bersama Najmi (6)

Hari ini.... masih belum semangat untuk beranjak dari kamar, terutama kasur :p Tapi malas tidak boleh selamanya mengalahkan kita, kan? Hehehe... wal hasil... project kali ini dilakukan di kamar saja!

Yuuup... kami mendekor sudut bermain bagi Najmi di kamar. Yang pastinya, Najmi dilibatkan dalam menata "ruang kerja" nya ini. Mulai dari memilih motif karpet, menentukan posisi tempelan di dinding (bahan ajar) sampai memasang sendiri poster-poster pendukung belajar hariannya di dinding.

Anak senang... emak senang... usai mendisain pojok belajar, dilanjutkan dengan membuat bakso bareng. Luar biasa... 10 biji habis sendiri oleh Najmi :)

Dan project hati ini diakhiri dengan nonton bersama di youtube. Ternyata capek yaaa nonton bareng bocah 3 tahun. Seemuuuaaa ditanyakan (^^♪

#Day8
#Level3
#MyFamilyMyTeam
#KuliahBunsayIIP

Wednesday, 23 August 2017

Family Project #1 20 Menit bersama Najmi (5)

Hal yang paling saya soroti dari pengalaman hari ini dan kemarin adalah.... masalah mood pada wanita ^_^

Terus terang dua hari ini mood saya sedang tidak bagus. Benar-benar sedang ingin sendiri. Tapi... saya punya anak... punya suami... hal yang tidak mudah.

Apalagi dalam project ini, saya (dan suami) mengaruskan diri untuk membersamai Najmi secara penuh minimal 20 menit setiap harinya.

Untungnya suami cukup pengertian dan paham, alahasil selama 2 hari ini project kali ini bisa dikatan hampir 90% dihandle oleh suami.

Saya benar-benar harus bisa membenahi diri dan tidak membiarkan mood mengganggu aktivitas prioritas saya.

What a lesson learned ^_^



#Day7
#Level3
#MyFamilyMyTeam
#KuliahBunsayIIP

Monday, 21 August 2017

Family Project #1 20 Menit bersama Najmi (4)

Salah satu hal yang paling saya rasakan dari project ini adalah... kami selaku orang tua jadi semakin paham lagi karakter sebenarnya anak kami.

Yang pertama... anaknya teguh pendirian (beti ya sama keras kepala ^_^ ) dan tau maunya apa. Kedua... mungkin karena belum tahu mengenai resiko dan akibat dari sebuah perbuatan... anaknya jadi terlalu berani!

Seperti siang ini, Najmi kami bawa ke kantor imigrasi untuk perpanjangan ARC. Sembari menunggu dia melihat seorang anak kecil makan coklat yang sudah di black list oleh keluarga kami. Karena coklatnya terbukti tidak sehat daan tidak bermanfaat (ada mainannya. Walau nggak sebut merk, pasti ibh2 sudah pada tahu #hem). Padahal didepannya sudah ada tuna wrap dan telur herbal rebus, menu favoritnya kalau kami harus makan dikuar dan tergesa-gesa. Dia tetap mau dibelikan coklat.

"Bunda nggak bawa uang...", alasan ini tidak mempan. Karena begitu ayahnya datang dia langsung nyerbu dan minta duit.
"Ya udah... sana pergi beli sendiri", kesal, saya jawab demikian. Dalam pikiran saya, paling ini anak nangis. Habis bagaimana, sudah di kompromikan dengan substitusi lain dia tidak mau!

Dan apa yang terjadi... dia benar-benar pergi keluar imigrasi T_T, untungnya ada ibu-ibu di pintu masuk yang menahan. Kalau tidak... ini bocah sepertinya akan nekad nyebrang ke 7-11 yang ada disebrang kantor -_- hhuuuaaa.... saya jadi panik sendiri... fufufu...


#Day6
#Level3
#MyFamilyMyTeam
#KuliahBunsayIIP

Sunday, 20 August 2017

Family Project #1 20 Menit Bersama Najmi (3)

Saking gembiranya 2 hari yang lalu, sampai lupa update kemarin ^_^

Hari ini 20 menit bersama Najmi dihabiskan dengan window shopping. Hunting2 meja dan perlengkapan rumah lainnya untuk mempercantik apartemen baru kami.

Masih hunting..hunting... karena mau nunggu uang beasiswa turun dulu :p Sambil jalan, sambil membayangkan nanti kalau sudah masuk semester baru masih bisa nggak ya membersamai Najmi seperti ini?

Dulu... semester 1, Najmi dekat dengan saya karena jadwal ayahnya yang super padat. Masuk semester 2, Najmi dekat dengan ayahnya, karena lima mata kuliah yang saya ambil membuat saya hampir tidak ada waktu di rumah. Semester ini, ambil mata kuliah yang secukupnya saja, baik saya maupun suami. Harapannya, bisa proposional dalam mendampingi Najmi. Hm... kita lihat saja ^_^

Secara perubahan tingkah laku (based on output yg ingin kami capai), Najmi sudah banyak berubah dan kembali menjadi dirinya yang dulu #asyek. Walau terkadang adakalanya marahnya keluar. Sekarang kalau marah, kok berasa jadi seperti saya. Haduuuh orang tua memang harus bisa behave yaaa... karena orang terdekat anak ya orang tua... yang dicontoh yaa orang tua. Hiks... pr lagi nih :(

Semangat..semangat... masih ada beberapa hari lagi :)

#Day5
#Level3
#MyFamilyMyTeam
#KuliahBunsayIIP

Friday, 18 August 2017

Family Project #1 20 Menit bersama Najmi (2)

Yeay... hari ini sepertinyahari yang paling ditunggu oleh Najmi semenjak kami kembali ke Taipei. Hari dimana dia bisa bertemu dengan teman-teman lamanya dan bermain bersama selepas shalat jumat. Saya pribadi pun agak deg-deg-an, kira2 bagaimana Najmi merespon teman2nya. Karena salah satu alasan kami mengadakan project ini adalah untuk men-detoks pengaruh buruk yang didapatkan Najmi selama di Indonesia.

Di Indonesia Najmi berubah menjadi anak yang bertempramen tinggi serta sangat posesif dengan barang-barangnya. Kami memahami perubahan itu terjadi karena kehadiran sosok teman sebaya yang selalu merebut semua miliknya. Apa yang ada ditangan Najmi, dia selalu mau dan berusaha mengambilnya. Setiap Najmi punya mainan, anak itu oengen main bersama dan dia yang mengatur-atur semuanya. Giliran mainan dia, hanya dia yang boleh memainkan. Untungnya Najmi anak yang "keras" dan dia memang saya ajarkan untuk memiliki kesadaran akan barang2nya. Ini barangnya, silahkan berbagi, kalau tidak mau ya gidak usah memaksakan diri. Itu barang orang, kalau mau main minta izin, kalau tidak diizinkan jangan pernah memaksa orang. Itu yang saya ajarkan ke Najmi dan dia memahaminya. Sehingga, ketika barangnya direbut dia berani memarahi anak orang ^_^ btw, Najmi tidak serta merta main marah saja ya. Dia cukup sabar malah dengan bersedia berbagi mainannya dengan anak lain, namun anak itu saja yang maunya semua yang ada ditangan Najmi. Jadi ketika Najmi membela diri, saya tidak menyalahkannya.

Sempat cek-cok sih sama suami, karena suami memarahi najmi yang tengah mempertahankan hak nya. Padahal suami tidak tahu kronologinya seperti apa. Terus terang, saya keberatan. Saya malah meminta si anak itu yang diajari mana hak dia, mana bukan. Juga bagaimana adabnya meminjam.
"Yah... namanya juga anak-anak", bela suami waktu itu. Aaiih.... justru karena anak-anak, diajarin donk biar bener! Mereka kan nggak tau mana benar, mana salah, orang tuanyalah yang hatus mengajarkan. Bukannya "memaklumi" hanya karena dia anak-anak. Fyyuuuh...

Kembali ke laptop, hehehe... ternyata yang saya khawatirkan tidak terjadi. Najmi bermain seperti biasanya dengan kawan-kawan lamanya ini. Dia tetap anak yang lembut dan mudah bergaul. Mungkin karena dia tidak merasa sedang dalam posisi terancam. Karena teman-temannya di sini memang baik-baik saja dan tidak ada yang suka merebut mainannya. Yang ada justru Najmi dipinjami mainan mereka. Hehehe...

Overall.... saya merasa beruntung juga peristiwa tidak menyenangkan itu terjadi sewaktu kami di Indonesia. Setidaknya saya jadi tahu kalau Najmi anaknya kuat dan mandiri ^_^

Demikian laporan family project hari ini... sooo happyyy ^_^



#Day4
#Level3
#MyFamilyMyTeam
#KuliahBunsayIIP

Thursday, 17 August 2017

Family Project #1 20 Menit Bersama Najmi

Finally.... setelah merembukkan bersama suami dan melakukan serangkain pesiapan (pdhl nggak nyiapin apa-apa :p), akhirnya family project 20 menit bersama Najmi jalan juga.

Di eksekusi hari pertama ini kami memutuskan pergi naik sepeda keliling komplek dilanjut belanja kebutuhan dapur dan diakhiri dengan bermain di Taman.

Alhamdulillah, Najmi sangat antusias, bahkan saat belanja dia inisiatif membantu Bunda (biasanya nangkring manis di trolley). Bunda menyebutkan benda yang akan di beli, Najmi yang pilih dan taruh ke keranjang. Kami tidak mengkoreksi pilihannya, paling hanya mengingatkan jumlah yang dibutuhkan.
Selepas belanja, main ke taman sampai capek ^_^

Catatan untuk di evaluasi :
1. Ayah masih belum bisa lepas dari gadget nya T_T , walau sudah diingatkan, tetap saja pencet-pencet benda mungil itu, hiks...
2. Bunda sudah membersamai Najmi bahkan ikut main bersama, tapi... hanya beberapa menit saja. Panas euy!!! Akhirnya Bunda menikmati semangka dan air minum dingin dari kursi taman saja :)


#Day3
#Level3
#MyFamilyMyTeam
#KuliahBunsayIIP

Wednesday, 16 August 2017

Family Project #1 Tahap Persiapan

Setelah berdikusi cukup panjang dengan suami, kami setuju menamakan family project kali ini dengan: HUGS Project. Ya... seperti yang disampaikan sebelumnya, FP perdana kami ingin di fokuskan ke Najmi, terutama dalam men-detoks pengaruh buruk yang didapatkannya selama pulang kampung beberapa hari yang lalu.

Maka program utama kami untuk 8 hari kedepan adalah : memeluk Najmi sebanyak-banyak nya ^_^ dan menyediakan waktu minimal 20 menit sehari untuk membersamainya. Hanya kami... tanpa yang lain dan tanpa gadget. 

Tidak ada persiapan yang cukup spesial, paling mempersiapkan materi untuk dihabiskan bersama nanti. Apa saja? Tunggu dilaporan selanjutnya yaaa ;)

#Day2
#Level3
#MyFamilyMyTeam
#KuliahBunsayIIP

Monday, 14 August 2017

Family Project #1

Hello Taipei.... its really nice to see you again after the hectic month ^_^
Summer break yang sama sekali tidak terasa seperti break, esp the last 10 days :)
Akhirnya bisa duduk manis dengan suami sambil bisik-bisik,"Yaaah... Bunda punya PR nih yang belum dikerjakan" :)

Tidak mau seperti kejadian di penugasan kedua kemarin, penugasan kali ini harus.... paripurna ^_^

Hari pertama ini, kami masih di tahap brain storming, belum masuk ke tahap persiapan. Ada beberapa ide sebenarnya yang ingin diterapkan, namun untuk kali ini kami ini mendedikasikan project itu untuk Najmi.

Ya.... selama 1 bulan di Indonesia ada banyak perubahan yang terjadi dengan Najmi. Mulai dengan kepandaian-kepandaian baru... sampai ke koleksi kebiasaan buruk baru. Yaaa.... Najmi terpapar banyak hal, dan sedikit banyak hal tersebut mempengaruhinya. Tidak mungkin kami selalu menjadi tameng baginya dan terlalu naif juga kalau kami maunya anak kami bersentuhan dengan hal-hal yang baik saja.

terus terang seidh melihat perubahan Najmi, namun di sisi lain itu jadi tantangan juga bagai kami tentang bagaimana men-detoks pengaruh buruk yang didapatinya selama 1 bulan ini. Belum tau detailnya akan seperti apa, walau beberapa ide kegiatan sudah meluncur baik dari mulut saya maupun suami.

Semoga besok setelah pindahan tahap akhir (yaaa.... masih ada barang di apartemen lama yang belum dipindahkan), kami bisa mempersiapkan lebih baik lagi untuk menjalan projek detoks ini ^_^

#Day1
#Level3
#MyFamilyMyTeam
#KuliahBunsayIIP

Monday, 7 August 2017

Aliran Rasa Level #2

Hm.... bingung juga mau menulis apa di aliran rasa level #2 ini. Secara... cuma 1 kali ngumpulin tugas ^_^
Namun yang terjadi benar-benar di luar kuasa kami :)

Awal-awal tantangan 10 hari level 2, sedang dalam perjalan mudik menuju Jakarta dari Taiwan. Yang mana sebelumnya lumayan sibuk dan mengutas energi... UAS, pesanan katering sampai 500 box, persiapan penelitian di Lombok ditambah pindahan apartemen! Alhasil... rencana tantangan benar-benar diundur mepet-mepet hari akhir.

Sesampai di Indonesia... dihadapkan pada kenyataan yang benar-benar tidak terbayangkan sama sekali. Ayah mertua sakit! Jadilah sibuk membantu suami yang harus antar jemput ayah mertua ke rumah sakit. Setelah 3 hari... keadaan mulai membaik, walau sudah kepotong beberapa hari, setidaknya bisa menggunakan waktu sisa. Kalau kurang beberapa hari... mungkin bisa dispensasi. Namuuun.... untung tak dapat diraih... malang tak dapat di tolak. Najmi terjatuh saat berlari-larian dengan sepupunya, dagunya menghantam lantai... sobek... dan dapat bonus tiga jahitan! :( Ya Allah.... ada-ada saja ujiannya. Untungnya anak-anak cepat pulih, setelah tiga hari, sudah bisa bermain lagi. Tidak mau kehilangan kesempatan lagi... saya berniat melanjutkan tantangan kemandirian. Tapi tiba-tiba saja saudara sepupu keguguran! Jadilah kebagian menjaga anaknya yang selisih beberapa bulan dari anak saya. Jadi ngerasain hebohnya punya anak kembar ^_^  Tantangan latihan kemandirian tetap saya lanjutkan namun.... tidak sempat sama sekali untuk menuliskannya.

Biarlah saya "kalah" ditantangan kali ini. Namun insyaAllah akan lakukan usaha terbaik untuk tantangan berikutnya :)

#aliranrasa
#tantanganlevel2
#IIP

Friday, 21 July 2017

Tantangan Kemandirian Day#1

Alhamdulillah.... akhirnya bisa nulis juga. Disaat rekan-rekan yang lain sudah masuk tantangan hari ke 7 dan 8.... saya masih hari pertama dooonk.

Saat tantangan ini di launched, lagi heboh2nya UAS dan persiapan pindahan apartemen dan pulang ke Indonesia. Jadilah diniatkan saat sampai ke Indonesia.

Saat sampai ke Indonesia... heboh dengan persiapan pelatihan dan riset yang tinggal hitung hari, jadilah diundur lagi sampai persiapan beres. Giliran persiapan beres.... si shalihah dapat musibah... jatuh sampai dijahit 3 jahitan T_T

Awalnya sempat give up... dan mau cuti saja... tapi ternyata... masih ada sisa waktu 9 hari dari deadline tantangan. Artinya.... masih bisa dikejar!! :)

Tantangan kali ini adalah... tantangan kemandirian untuk anak. Dari materi yang dishare untuk tantangan kemandirian anak usia 3 tahun... Najmi sudah check list semua. Usia 1 tahun dia sudah makan sendiri, sampai-sampai emak-emak di sini yang anaknya sudah kelas 1 SD masih disuapin terkagum-kagum dengan Najmi #hem. Usia 2 tahun menjelang tiga... sudah lolos toilet training dan tidak lagi ngompol tidur malamnya. Lagi-lagi teman saya yang anaknya sudah jauh lebih dewasa dari Najmi terkaget-kaget... karena beliau masih berjuang dengan bau ompol hingga saat ini. Masalah pakai baju dan celana juga sudah bisa sendiri, walau untuk baju terkadang harus dibantu.

Naaah.... rencananya ditantangan kali ini mau melatih Najmi mandi sendiri. Sebenarnya Najmi sudah bisa mandi sendiri... namun kadang karena khawatir dia salah buka keran air panas.. jadilah setiap mandi selalu ditemani dan diawasi dan seringnya dimandikan. Biar nggak boros air juga. Nah berhubung dikampung halaman mandi pakai ember dan gayung, kayaknya bisa nih dieksekusi. Dan benar sajaa... sejak kedatangan kami ke Indonesia (17 juli) hingga kemarin (20 juli), Najmi mandi sendiri. Saya saja yang belum sempat mendokumentasikannya. Bolak-balik cikampek-jakarta-cikampek lumayan capek euy... mana dikereta seringnya nggak dapat duduk, jadi nggak bisa curi2 waktu buat nulis laporan.

Nah...sayangnya lagi... 20 juli dia terjatuh dan dagunya robek. Tidak boleh mandi (lebih tepatnya kena air) selama 3-4 hari. Jadi bingung deeh... kemandirian apa ya yang bisa dilatih dalam kondisi seperti ini? Mandiri minum obat? Atau?

Tadi sih saya ajarkan latihan melipat baju sendiri. Mungkin.... bisa dilanjut untuk 9 hari ke depan ;)


Sunday, 18 June 2017

Tantangan Komunikasi Produktif Day #10

Pffyyuuuh.... finally... day #10 ya...
Tantangan terbesarnya ternyata bukan mempraktekkannya, namun menuliskan dan mengevaluasinya.

Apalagi.... bulan ini benar-benar super hectic bagi saya. Ya.... bulan UAS book. Setiap minggu presentasi... setiap minggu quiz... dan juga harus menyelesaikan 5 paper sekaligus.

Mending kalau cuma itu saja, harus menyiapkan makanan buat katering juga... jaga anak juga... daaan ini ramadhan ciiiin. Rasanya ingin give up saja, huhuhuhu...

Makanya, walau minta dispensasi 1 hari, rasanya senang bisa menuntaskan tantangan kali ini. Ada banyak sekali catatannya, dan ada hal-hal yang membuat saya sedih, hiiiksss.... tapi nggak ada kesempatan menuliskan semuanya, hehehehe ^_^

Yang pasti... tidak sabar untuk lanjut ke tantangan berikutnya. Kayaknya mau menantang diri buat komprod dengan suami deh! Apakah dengan Najmi sudah aman? Hohohoho... ya belum juga sih. Kan katanya by process.... semoga kami bisa selalu menjadi lebih baik lagi! :)




#level1
#day10
#tantangan10hari
#komunikasiproduktif
#kuliahbunsayiip

Saturday, 17 June 2017

Tantangan Komunikasi Produktif Day #9

Well... today, I am kinda loose my encouragement to challenge my self to communicate with Najmi withouth "emotion" (anger feeling, red).

I could say that we have succeed to past the challenge, therefore I would like to challeng my self with other variable : KISS (keep it short and simple). Uum... I would also like to combine "no emotion" challenge with KISS.

In my opinion, KISS would be very helpful to control our emotion. Because KISS helps the children to catch the meaning of our words and to understand the instruction. Therefore, we can communicate effevtively and reduse the miss-communication, in other word less the emotion too ^_^.



#level1
#day9
#tantangan10hari
#komunikasiproduktif
#kuliahbunsayiip

Friday, 16 June 2017

Tantangan Komunikasi Produktif Day#8

Gini nih... klo ngerasa udah sedikit lebih baik... bawaannya pengen loncat ke tantangan berikutnya :D hehehe

Tapi... sabar...sabar... dua hari lagi tuntas kok... lagian eksekusinya selama 8 hari inikan masih turun-naik-turun-naik, walau kecendrungannya justru membaik. #alhamdulillah

Hal lain yang saya rasakan dari tantangan kali ini adalah.... kata-kata positif yang banyak keluar dari mukut sikecil. Misalkan,"Bunda lagi apa sayang?", "Bunda mau makan sayang?", pokoknya oada pakai sayang-sayang gitu deh. Mungkin karena dia merasa lebih di sayang #aih ^_^

Semoga kami berdua bisa menjadi lebih baik lagi kedepannya :) aamiin...


#level1
#day8
#tantangan10hari
#komunikasiproduktif
#kuliahbunsayiip

Thursday, 15 June 2017

Tantangan Komunikasi Produktif Day #7

Masih tentang tantangan untuk berkomunikasi tanpa eemosi. Selain manajemen waktu dan lelah.... poin utama yang harus ditingkatkan adalah... kedekatan kepada Sang Pencipta.

Mungkin efek puasa juga kali yaa... jadinya lebih bisa mengontrol diri. Ibadah harian juga lebih banyak dari pada biasanya, alhasil... diri lebih tenang... dan lebih santai juga menghadapi anak.

Hm....
Evaluasi hari ini rasanya jleb sekali... #hiks

#level1
#day7
#tantangan10hari
#komunikasiproduktif
#kuliahbunsayiip

Wednesday, 14 June 2017

Tantangan Komunikasi Produktid Day #6

Dari 5 hari yang sudah dijalankan... catatan lain yang perlu diperhatikan dalam komprod yang berpengaruh pada kondisi emosi adalah... kondisi fisik.

Jiwa yang lelah begitu mudah terpancing emosi, bahkan saat berkomunikasi dengan anak. Fyuuh... tau sendirilah anak-anak itu yaa.. mungkin mrk mikirnya kita energinya nggak habis-habis seperti mereka, kekeke.

So.. kalau lagi capek, istirahat dulu saja. Bicarakan baik-baik pada anak... dan minta bantuan pasangan. Daripada anak jadi tempat pelampiasan... iya kan? :)



#level1
#day
#tantangan10hari
#komunikasiproduktif
#kuliahbunsayiip

Tuesday, 13 June 2017

Tantangan Komunikasi Produktif day #5

Lanjut cerita kemarin... mengenai manajemen waktu dan mengelola emosi.

Setelah diperhatikan dan diamati.... ternyata yang suka membuat saya penuh emosi saat berkomunikasi dengan anak itu... saat mepet dan keburu-buru ini itu.
Contohnya kemarin.... selama beberapa hari saya sukses berkomunikasi tanpa emosi dengan anak. Hingga siang itu.... saya mesti buru-buru antar pesanan, habis antar pesanan segera ke kampus dan hari itu mesti presentasi!

Karena harus menyiapkan pesanan dan bahan presentasi.... waktu yang saya miliki memang mepet sekali. Di satu sisi harus menyiapkan diri sendiri, di sisi lain harus menyiapkan si kecil. Si kecil, lihat emaknya sibuk dan kewalahan, malah tidak mau diajak kerjasama.

Biasanya bisa pakai baju dan sepatu sendiri. Ini malah mengulur-ngulur dan minta dipakaikan. Pakai acara lari-lari lagi. Aarrggghhh.... akhirnya emak meledak juga.... huhuhuhu....

Yah... andai saja semua tidak mepet, emak tentunya tidak jadi serba terburu-buru dan bisa berkomunikasi lebih menyenangkan lagi dengan si shalihah...

Noted..noted...noted!!


#level1
#day5
#tantangan10hari
#komunikasiproduktif
#kuliahbunsayiip

Monday, 12 June 2017

Tantangan Komunikasi produktif day #4

T_T ini catatan 2 hari yang lalu sebenarnya. Tapiii karena lagi UAS dan kejar target ramadhan, nggak sempat2 menuliskannya. Apalagi pesanan katering berturut-turut di saat yang bersamaan. Sudah berencana mau nulis pas sahur... tetap aja nggak sempat. Koksayang waktunya... mending buat baca quran atau apa gitu :D

Berhubung time is limited... mau nggak mau harus kejar setoran hati ini ^_^.

Singkat saja... salah satu tips agar tidak menjadi emosi saat berkomunikasi dengan anaka adalah... manajemen waktu yang baik. Maksudnya? Akan saya sambung buat laporan besok :D

#level1
#day4
#tantangan10hari
#komunikasiproduktif
#kuliahbunsayiip

Wednesday, 7 June 2017

Tantangan 10 hari Komunikasi Produktif Day#3

Sepotong Pizza Untuk Najmi

Hari ini hari ke tiga (lbh tepatnya hari ke 4) tantangan berkomunikasi tanpa emosi, ekstra kuantitas dan kualitas bersama Najmi.

Dan Allah... benar-benar mendisainnya sedemikian rupa ^_^ Berawal dari perjalanan hunting kurma... qadarullah... suplier kami kehabisan stok padahal pemesanan di kami terus mengalir. Bingung bagaimana memenuhinya. Jadilah saya dan suami berinisiatif mencari ke Costco. Ada tiga cabang costco di area kami, masalahnya... semuanya jauh-jauh! Butuh minimal 40-60 menit naik bus atau mrt.

Setelah berdiskusi panjang dengan suami plus... berbagai pertimbangan... akhirnya kami pergi ke Costco yang dekat dengan Fujen University. Dari kampus saya langsung janjian dengan suami untuk berjumpa di stasiun MRT. Sesampainya dari stasiun MRT Fujen Univ, kami berjalan menuju Costco. Kata seorang teman hanya 5 menit jalan kaki. Kenyataannya? Jaraknya hampir 1 km bow!!! Untung suami bersama Najmi membawa stroller. Tidak terbayang harus jalan sejauh 1 km, diterik panas yang luar biasa, lebih dari 33 'c (tau sendiri Taipei lembabnya bagaimana... huhuhu) dalam keadaan berpuasa.

Saya dan suami sudah sama-sama lemas, biasanya dalam kondisi seperti ini kami mudah sekali terpancing emosi. Apalagi kalau si kecil ikut berulah... namun masyaAllah... karenan tantangan komprod ini... kami malah jadi semakin menyemangati, hingga akhirnya sampai juga ke tujuan ^_^

Tidak banyak buang waktu, kami langsung menelusuri setiap gang makanan dan buah2an untuk mencari.. KURMA! Hampir satu jam lamanya, semua sudut, bahkan peti2 terataspun kami telusuri... hasilnya nihil.

Sedih... kecewa... dan kami benar-benar lelah. Akhirnya beristirahat di food court sambil menemani si shalihah memakan sepotong pizza dan segelas honey lemon smooties. Rasanya baru kali ini kami berpuasa selayaknya anak kecil, rasanya... tergoda sekali dengan hidangan dihadapan kami. #halah

Najmi tampak sangat bahagia... karena sudah lama sekali dia tidak "piknik" bersama ayah bunda. Sangking senangnya, dia tidak ingin buru-buru diajak pulang. Kamipun masih harus kembali mengumpulkan tenaga. Membayangkan panas terik... dan jarak 1 km yang harus ditempuh berjalan kaki, rasanyaaa.... sudah lemas duluan.

"Sudah... anggap saja kita lagi sa'i", suami saya menyemangati. Aaiiihhh tumbeeen.... biasanya kalau kondisi seperti ini biasanya emosinya sudah ada di ubun2. Kami, saya dan Najmi, siap-siap saja jadi korban salah sasarannya. Namun kali ini berbeda. Mungkin efek puasa juga.

Lesu... kami kembali pulang. Tiap sebentar duduk mengumpulkan tenaga dan sejenak berteduh. Hingga sampai dirumah, iseng saya menghubungi suplier lama saya. Barangkali... beliau masih punya stok kurma seperti yang kami inginkan. Karena kami bingung juga.... bagaimana caranya menyampaikan ke para pelanggan yang sudah memesan. Dan... jawabannya sungguh tidak di duga... STOKNYA ADA!!!

MasyaAllah... jadi perjalanan kami sehari ini benar2 hadiah dari Allah... untuk menguji emosi kami... karena kami sedang menantang diri untuk berkomunikasi tanpa emosi. Dan juga hadiah spesial agar secara kuantitas dan kualitas waktu bersama Najmi lebih banyak lagi... maka nikmat Tuhanmu mana lagi yang kau dustakan? Hiiiks...

#level1
#day3
#tantangan10hari
#komunikasiproduktif
#kuliahbunsayiip

Semangat Menghafal Al Quran dan Membimbing Anak Murajaah di Rumah

  Alhamdulillah, tadi pagi berkesempatan mengikuti webinar yang diadakan oleh Mataba Darul Quran Bojongsari Depok. Temanya: “Semangat Mengha...