Berhubung lagi musim upload foto dengan Bunga Sakura, dipostingan kali ini kita ikut posting Sakura :D :D Walau kagak nyambung sama isi postinganya.
Dipostingan saya di sini: shorturl.at/eqsxD , saya sudah membahas gambaran umum mengenai tahapan apa saja yang harus dilalui untuk bisa menyelesaikan studi sebagai phd di Taiwan. Dan sedikit pemaparan tentang NGE-LAB di postingan ini shorturl.at/jCDSU . Atas permintaan seorang teman (ehem), kali ini saya kupas lebih dalam lagi mengenai NGELAB dan riset ini.
Beberapa hal yang sebaiknya diperhatikan dalam memilih lab dan menentukan riset, menurut saya begini:
1. Sedapat mungkin carilah lab kering, dalam artian bukan lab basah yang membutuhkan waktu lama di lab. Standarnya 10-12 jam, itu waktu yang sangat umum bagi mahasiswa lab basah untuk menghabiskan waktunya. Bisa dipelajari banyak metode penelitian, apalagi sekarang lagi jamannya Big Data, mungkin bisa dicari opsi-opsi yang lebih memudahkan dan fleksibel waktunya.
2. Jika tidak bisa menghindari untuk tidak mengambil lab basah, pikirkan masak-masak terkait anak (terutama jika anak bukan usia sekolah). Jika usia sekolah mungkin lebih mudah, ya anaknya tinggal sekolah. Kalau belum usia sekolah bagaimana solusinya? Dari yang dijalani teman-teman di sini solusinya biasanya mempercayakan tempat penitipan anak. Untuk harganya bagaimana? Kalau kita bisa dapat yang negri, alhamdulillah murah. Paling kisaran 13.000-21.000 NT per semester, tergantung sekolahnya dan kategori anaknya. Kalau usianya 5 tahun, biasanya lebih murah karena dapat subsidi dari pemerintah. Kalau tidak dapat yang negri bagaimana? Ya mau tidak mau swasta. Harganya? Harganya lumayan bikin emak susah nelen makanan, kekeke. Dari pengalaman saya dan teman-teman di sini harganya 6.500 - 20.000 NT per bulan (BULAN ya moms BUKAN semester).
Bagaimana kalau nggak mampu bayar harga segitu? Bisa dikomunikasikan dengan profesor. Tidak sedikit profesor yang membantu mahasiswa (terutama mahasiswa internasional) yang membawa keluarga dan anak usia balita. Saya dulu dibantu oleh prof, jadi bayar fifty-fifty. Untungnya saya menemukan day care yang murce (6.500 NT per bulan), jadi pak prof yang bayar hampir 80%-nya. Masalahnya.... Najmi nggak mau sekolah >_<. Sehingga dia berhenti di bulan kedua :D :D Memangnya bagaimana sih sekolah/day care di Taiwan? Recommended nggak sih? Tenang mak... bulan depan pembahasan kita khusus mengenai sekolah di Taiwan :).
Nah, kita lanjut kepembahasan lab dan riset ini ya. Jika tidak bisa menemukan day care yang cocok, opsi lainnya adalah membawa pengasuh dari Indonesia. Bisa keluarga dekat, atau pengasuh beneran. Banyak juga teman-teman yang memilih opsi ini. Tantangannya ada pada VISA, karena visa visitor berlaku hanya untuk masa tinggal 1-3 bulan. Ada yang berhasil mendapakan untuk 6 bulan, namun ya itu, prosesnya lumayan menyita waktu dan materi juga. Belum lagi kalau nggak bisa diperpanjang di TAiwan, harus keluar Taiwan dulu. Ya lumayan ya :D :D
Opsi lain? Seperti pembahasan di awal (postingan ini shorturl.at/cjkEH ), suami yang ikut bersama istri dan menjadi support system untuk melakukan beberapa aktivitas yang istri tidak bisa handle. Atau.... anak tinggal di Indonesia T_T. Please... jangan lakukan opsi ini.... :(
3. Selain terkait jam kerja yang hampir menyita seluruh waktu yang emak miliki #lebay, kekeke, terkadang ada beberapa prof yang strict dan memiliki standar/ekspetasi yang tinggi. Misalkan mengharuskan mahasiswa untuk selalu ada di lab, harus membuat publikasi sekian-sekian kalau tidak , tidak diluluskan (padahal bisa jadi secara persyaratan yang ditetapkan jurusan sudah terpenuhi). Bagaimana menyiasatinya? Sama seperti pembahasan kita kemarin, lebih baik mencegah daripada mengobati, hehehe. Benar-benar cari profesor yang sesuai kebutuhan dan mau mengerti kondisi kita. Jika sudah terlanjur bagaimana? Komunikasikan... jangan hanya dipendam. Bicarakan baik-baik dengan tetap menunjukkan kualitas kerja kita. Salah satu kelemahan mahasiswa Indonesia (walau nggak semua ya), mereka jarang berkomunikasi secara intense dengan prof. Tidak sedikit prof yang akhirnya 'sadar' ketika berhadapan dengan kondisi terendah si mahasiswa, dalam artian... sang mahasiswa dengan segala perjuangannya akhirnya angkat bendera putih. Baru si prof ngeh, kalau dia sudah "kelewatan". Nah... sebelum hal ini terjadi, coba didiskusikan dan dimusywarahkan. Mungkin tidak mudah, tapi tidak ada salahnya dicobakan?
4. Riset, nah bagi mahasiswa yang tidak bekerja di lab basah, tantangannya biasanya ada di riset, terkhusus jika data yang diambil adalah data primer dan harus turun kelapangan. Saya berada di posisi ini. Setiap kali ambil data, mau tidak mau harus bawa anak. Ketika data yang diambil di Taiwan, saya masih bisa boyongan bawa suami dan anak atau anak tinggal sama suami. Tapi kenyataannya nggak bisa gitu sih, hiks..hiks... Tetap anak selalu saya bawa, karena suami terkadang ada amanah lain yang tidak bisa sambil bawa anak. Pas ke Indonesia, ambil data pertama suami dan anak ikut, ambil data kedua hanya anak saja, nggak tau nih untuk data ketiga nanti bagaimana. Susah nggak? Susah... Repot nggak? Ya repot... Cuma main-main sama anak aja repot, apalagi sambil ambil data. Bayangkan saat kita lagi menginterview narasumber, si anak bosan dan buat keributan. Ini beneran terjadi >_<. Untungnya narasumbernya pengertian, hehehe. Belum lagi kondisi fisik, bagaimanapun fisik orang dewasa beda dengan anak-anak. Alhamdulillah selama ini Najmi kuat dan sehat, biasanya dia baru tepar setelah sampai di Bukittinggi (rumah ortu). Nah.. silahkan dipertimbangkan baik-baik terkait hal ini.Bagaimana disain risetnya ke depan. Belum lagi kalau boyongan gitu persiapan dananya juga harus lebih besar kan mak? *duit lagi... duit lagi... :D
Pusing mak? Jangan dulu... Ini sekedar sharing :D
Masih ada lima hari lagi nih buat bahas tema ini.
Silahkan ya moms kalau ada usulan topik bahasan. Besok insyaAllah kita coba uraikan tentang bagaimana cara untuk fokus belajar dan membuat publikasi.
Xin nian kuai le!!
No comments:
Post a Comment