Fyyuuiih... kayaknya ibu-ibu makin dibuat pusing dengan penugasan kali ini ^_^ Termasuk saya, hehehe...
Membuat learn maping (jika itu yang dimaksud penugasan kali ini), sebenarnya bukan hal baru bagi saya. Sejak mengenal buku mind maping di SMA dulu, saya sudah terbiasa membuatnya hanya saja... paling saya hanya membuatnya per 1 tahun saja. Bukan seperti penugasan kali ini, proses pembelajaran dibuat dengan output profesional, 10.000 jam terbang.
Dari berbagai output yang saya harapkan, dengan mengalokasikan waktu 2 jam perharinya untuk melatih dan membekali diri... ternyata saya butuh 13 tahun untuk lolos 10,000 jam terbang tersebut! Na zenme ban ne?
Untuk membuatnya sedikit lebih mudah diukur dan dievaluasi, maka learning maping kali ini saya buat unyuk waktu 5 tahun ke depan. Detailnya ada pada gambar berikut : (kebaca nggak ya? ) :D
Saya hobinya oret-oret manual sih :D
Semoga bisa dibaca, setelah di klik dan diperbesar ^_^ dan semoga tidak menyusahkan tim fasilitator :D
Saturday, 25 February 2017
Saturday, 18 February 2017
#NHW4 Mendidik Dengan Kekuatan Fitrah
Mendidik Dengan Kekuatan Fitrah
Apa yang dimaksuid dengan mendidik dengan kekuatan fitrah?
Yakni mendidik anak dengan “sealamiah” mungkin sesuai dengan usia, potensi dan kemampuan yang dimiliki oleh
si anak. Untuk bisa sampai ketahapan ini, seorang ibu harus benar-benar bisa
memahami dirinya sendiri lalu kemudian anaknya. Agar ibu bisa mengambil langkah
yang tepat untuk mendidik anak, Karena “pendidikan sejatinya proses
membangkitkan, menyadarkan, dan menguatkan fitrah anak” (Ibu Septi, founder
Institut Ibu Profesional)
Sound hard? Ya… Karena menjadi ibu memang bukan perkara
mudah. Jika mudah, tak mungkin surge diposisikan di bawah telapak kakinya.
Bagaimana tidak… baik-buruknya sebuah peradaban ditentukan oleh seorang wanita
bersahaja yang biasa kita panggil IBU.
Seperti biasa, mata kuiliahnya padat berisi. Membuat diri
ini berpikir berkali-kali, sudah benarkah langkah yang sudah saya ambil?
Jangan-jangan saya adalah seorang ibu yang ambius, yang alih-alih sukses
membangkitkan potensi anak saya namun malah menjerumuskannya dengan seabrek
nilai-nilai ideal -menurut saya-. Naudzubillah…
jangan sampai >_<
Saturday, 11 February 2017
NHW #3 Membangun Peradaban Dari Dalam Rumah
Kelas matrikulasi kali ini benar - benar membuat deg-deg-an. Tidak hanya membahas keluarga sebagai elemen terkecil kehidupan sosial kita, namun juga bagaima merancangnya menjadi bagian dari peradaban manusia.... masyaAllah... membayangkannya saja sudah membuat ketar-ketir, apalagi menuliskan dan menerapkannya...
Penugasan kali ini dibagi dalam tiga kategori : single, menikah dan single parents. berhubung saya sudah menikah... maka saya akan mengerjakan bagian tersebut *ya iya lah* :P Berikut detailnya:
👨👩👦👦Nikah
Bagi anda yang sudah berkeluarga dan dikaruniai satu tim yang utuh sampai hari ini.
a. Jatuh cintalah kembali kepada suami anda, buatlah surat cinta yang menjadikan anda memiliki "alasan kuat" bahwa dia layak menjadi ayah bagi anak-anak anda.Berikan kepadanya dan lihatlah respon dari suami.
Friday, 3 February 2017
#NHW2 A Step A Head To Be Professional Mother
Mengikuti kelas matrikulasi IIP yang kedua ini benar-benar membuat tercenung lama. Bahwasanya... menjadi ibu bukanlah pekerjaaan sederhana, namun sebuah AMANAH BESAR. Kesuksesan sebuah peradaban ada ditangan ibu, lalu apa yang sudah kita perbuat dan persiapkan?
Beruntung sekali di kelas ini tidak hanya diberikan ilmu, namun juga diminta untuk menerapkannya secara langsung melalui homework mingguan aka NHW. Di NHW kali ini kami diminta untuk membuat indikator profesionalisme kami sebagai seorang perempuan (individu, istri dan ibu). Menariknya, indikator tersebut dibuat dengan merumuskannya bersama anak dan suami, sehingga benar-benar bisa menjadi ibu dan istri yang sesuai dengan ekspetasi anak dan suami.
Berikut indikator SMART (spesifik, measurable, achievable, realistic, timebond) dari hasil diskusi saya dan suami (mengingat anak usianya baru 2,5 tahun jadi belum bisa diajak diskusi). Mengingat ini baru pertama kali kami** membuatnya, jadi indikator ini hanya kami buat untuk 1 bulan ini (Februari). Target kami, satu bulan ada satu kebiasaan baru yang diterapkan di rumah.
The picture was taken from here
Beruntung sekali di kelas ini tidak hanya diberikan ilmu, namun juga diminta untuk menerapkannya secara langsung melalui homework mingguan aka NHW. Di NHW kali ini kami diminta untuk membuat indikator profesionalisme kami sebagai seorang perempuan (individu, istri dan ibu). Menariknya, indikator tersebut dibuat dengan merumuskannya bersama anak dan suami, sehingga benar-benar bisa menjadi ibu dan istri yang sesuai dengan ekspetasi anak dan suami.
Berikut indikator SMART (spesifik, measurable, achievable, realistic, timebond) dari hasil diskusi saya dan suami (mengingat anak usianya baru 2,5 tahun jadi belum bisa diajak diskusi). Mengingat ini baru pertama kali kami** membuatnya, jadi indikator ini hanya kami buat untuk 1 bulan ini (Februari). Target kami, satu bulan ada satu kebiasaan baru yang diterapkan di rumah.
Wednesday, 1 February 2017
Membawa Keluarga ke Taiwan?
Pertanyaan berikutnya yang sering saya dapatkan adalah : "Apakah bisa membawa keluarga sambil sekolah di Taiwan?"
Tentu saja bisa ^_^. Bagaimana? Nah... ini jawabannya macam-macam, tergantung sikon. Secara umum ada 3 kondisi pelajar yang merangkap orang tua dan ingin membawa keluarga ke Taiwan :
1. Dua-duanya mahasiswa di Taiwan
2. Istri/suami mahasiswa, suami/istri dan anak2 ikut istri/suami
3. Istri/Suami mahasiswa, suami/istri ikut kelas bahasa
Untuk kondisi pertama, kalau membawa keluarga maka anak otomatis akan mendapatkan residen visa. Dengan residen visa di tangan, sesampai di Taiwan bisa langsung mengurus ARC (alien resident card), sejenis KTP di Indonesia. Namun ternyata ada kasus dimana anak hanya mendapatkan visitor visa. Dalam kasus ini, pastikan anak mendapatkan visitor visa yang bisa diperpanjang (tidak ada tulisan no extention) di visa nya. Dengan visa ini, anak bisa langsung merubah visitor visa menjadi ARC setelah 1 bulan ARC orang tuanya jadi.
Tentu saja bisa ^_^. Bagaimana? Nah... ini jawabannya macam-macam, tergantung sikon. Secara umum ada 3 kondisi pelajar yang merangkap orang tua dan ingin membawa keluarga ke Taiwan :
1. Dua-duanya mahasiswa di Taiwan
2. Istri/suami mahasiswa, suami/istri dan anak2 ikut istri/suami
3. Istri/Suami mahasiswa, suami/istri ikut kelas bahasa
Untuk kondisi pertama, kalau membawa keluarga maka anak otomatis akan mendapatkan residen visa. Dengan residen visa di tangan, sesampai di Taiwan bisa langsung mengurus ARC (alien resident card), sejenis KTP di Indonesia. Namun ternyata ada kasus dimana anak hanya mendapatkan visitor visa. Dalam kasus ini, pastikan anak mendapatkan visitor visa yang bisa diperpanjang (tidak ada tulisan no extention) di visa nya. Dengan visa ini, anak bisa langsung merubah visitor visa menjadi ARC setelah 1 bulan ARC orang tuanya jadi.
Bagaimana Cara Menembus Beasiswa Taiwan?
Akhir-akhir ini, pertanyaan yang sering datang ke saya baik dari teman-teman, saudaranya teman bahkan orang tak dikenal sekalipun adalah :"Bagaimana cara menembus beasiswa Taiwan?".
versi video (jangan lupa like, comment n subscribe ya #eeaa):
Kebetulan, dua kali saya kuliah di Taiwan dan dua-duanya pakai beasiswa pemerintah Taiwan. Kalau ditanya bagaimana, jawaban saya biasanya : takdir. Hehehe. Ya... saya juga tidak paham sebenarnya, apa dan bagaimana caranya. Yang saya tahu... ini semua adalah jalan-Nya.
Tapi, sedikit memuaskan yang bertanya, mungkin bisa saya rangkum poin-poin penting yang mungkin jadi salah satu faktor penentu diterimanya aplikasi beasiswa kita.
Beasiswa pemerintah Taiwan memang terbilang cukup bonafid dan persaingannya lumayan ketat. Periode pertama saya (tahun 2008), hanya 10 orang yang diterima setiap tahunnya. Periode kedua (tahun 2016), saya tidak tau persis jumlahnya, namun lebih kurang 30 orang ada. Pemerintah Taiwan memang sedang menjalankan 'south bound policy' dengan menjalin banyak kerjasama dengan negara-negara di selatan termasuk ASEAN, di berbagai bidang salah satunya pendidikan.
Ada 5 jenis beasiswa pemerintah Taiwan, yakni :
1. Beasiswa MOFA (ministry of foreign affairs), ini beasiswa terbaik dari segi fasilitas, pelayan dan uang saku. 30,000 NT (sekitar 12 juta rupiah) setiap bulannya, gratis tuition fee dan credit fee plus... tiket pesawat bolak-balik. Sayangnya hanya berlaku untuk pelajar dari negara yang memiliki hubungan diplomatik dengan Taiwan. Dan Indonesia tidak termasuk didalamnya, karena Indonesia menganut 'one china policy'.
versi video (jangan lupa like, comment n subscribe ya #eeaa):
Kebetulan, dua kali saya kuliah di Taiwan dan dua-duanya pakai beasiswa pemerintah Taiwan. Kalau ditanya bagaimana, jawaban saya biasanya : takdir. Hehehe. Ya... saya juga tidak paham sebenarnya, apa dan bagaimana caranya. Yang saya tahu... ini semua adalah jalan-Nya.
Tapi, sedikit memuaskan yang bertanya, mungkin bisa saya rangkum poin-poin penting yang mungkin jadi salah satu faktor penentu diterimanya aplikasi beasiswa kita.
Beasiswa pemerintah Taiwan memang terbilang cukup bonafid dan persaingannya lumayan ketat. Periode pertama saya (tahun 2008), hanya 10 orang yang diterima setiap tahunnya. Periode kedua (tahun 2016), saya tidak tau persis jumlahnya, namun lebih kurang 30 orang ada. Pemerintah Taiwan memang sedang menjalankan 'south bound policy' dengan menjalin banyak kerjasama dengan negara-negara di selatan termasuk ASEAN, di berbagai bidang salah satunya pendidikan.
Ada 5 jenis beasiswa pemerintah Taiwan, yakni :
1. Beasiswa MOFA (ministry of foreign affairs), ini beasiswa terbaik dari segi fasilitas, pelayan dan uang saku. 30,000 NT (sekitar 12 juta rupiah) setiap bulannya, gratis tuition fee dan credit fee plus... tiket pesawat bolak-balik. Sayangnya hanya berlaku untuk pelajar dari negara yang memiliki hubungan diplomatik dengan Taiwan. Dan Indonesia tidak termasuk didalamnya, karena Indonesia menganut 'one china policy'.
Subscribe to:
Posts (Atom)
Semangat Menghafal Al Quran dan Membimbing Anak Murajaah di Rumah
Alhamdulillah, tadi pagi berkesempatan mengikuti webinar yang diadakan oleh Mataba Darul Quran Bojongsari Depok. Temanya: “Semangat Mengha...
-
Bismillah.... Butuh waktu hampir satu tahun untuk melanjutkan Part 2 ini 😆. Mohon maaf sebelumnya ya.... Awalnya mau saya buat versi video...
-
Pertanyaan berikutnya yang sering saya dapatkan adalah : "Apakah bisa membawa keluarga sambil sekolah di Taiwan?" Tentu saja bis...
-
Bismisllahirrahmanirrahiim.... Dear Moms, jumpa lagi dengan postingan saya mengenai tetek-bengek menjadi PhD Mom di Taiwan. InsyaAllah ...